Jakarta – “Bulan madu” Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa dengan kursi barunya tampaknya diprediksi akan berakhir prematur.
Sikap tegasnya yang menolak mentah-mentah penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk menalangi utang triliunan rupiah proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (Whoosh) kini telah membangunkan “sarang lebah” politik dan membuatnya berada di pusat badai tekanan.
Sikap Purbaya, yang dilantik Presiden Prabowo Subianto dalam perombakan kabinet pada 8 September 2025, untuk menjaga integritas fiskal sontak menjadi sorotan.
Media telah mengonfirmasi sikap tegas Menkeu ini. Harian KONTAN pada 15 Oktober 2025 melaporkan bahwa Menkeu Purbaya menolak opsi penggunaan APBN untuk membayar utang proyek kereta cepat.
Menurut analis intelijen dan geopolitik, Amir Hamzah, Purbaya kini menjadi target “operasi tekanan terstruktur” yang dirancang untuk melemahkan posisinya.
Mengapa? Karena Purbaya dianggap sebagai “anak baru” yang lemah secara politik (bukan orang partai, tak punya backing kuat di DPR) namun berani menantang status quo dan kepentingan kelompok kuat yang selama ini mengelola proyek-proyek strategis.
Amir Hamzah, layaknya seorang ahli strategi, membeberkan “peta operasi” yang ia yakini sedang berjalan untuk “menyikat” Purbaya.
1. Politisasi Media
Narasi-narasi negatif mulai dimunculkan di media, membingkai Purbaya sebagai sosok yang kaku, lamban, tidak komunikatif, dan tidak seirama dengan kabinet.
Tujuannya yaitu untuk membangun persepsi publik bahwa beliau “tidak becus”.
Meskipun beberapa survei awal (seperti rilis IDSIGHT yang dikutip Antara pada Oktober 2025) sempat menobatkannya sebagai menteri favorit karena gaya “lugas dan blak-blakan”, gaya komunikasi yang sama kini rentan dipelintir menjadi “kaku” dan “memicu diskusi” yang tidak perlu di lingkar kekuasaan.
2. Tekanan Legislatif
Komisi XI DPR, yang merupakan mitra kerja Kemenkeu, mulai “aktif” memanggil, meminta klarifikasi, dan mengkritik gaya komunikasi Purbaya.
Ini adalah kanal formal untuk membangun tekanan politik dan menguji ketahanan sang menteri di bawah sorotan parlemen.
3. Isolasi Politik
Dukungan dari sesama menteri mulai melemah. Jika Presiden Prabowo menilai Purbaya menjadi “beban” atau mengganggu stabilitas kabinet, reshuffle menjadi opsi paling mudah.
Analisis Amir Hamzah ini diperkuat dengan adanya laporan media mengenai friksi di dalam kabinet.
