Masa bakti sebagai kepala desa dan perangkat desa merupakan pengabdian yang besar bagi masyarakat dan negara.
Sebagai bentuk penghargaan atas dedikasi tersebut, pemerintah telah mengatur mengenai tunjangan purna bakti atau yang juga dikenal sebagai uang pensiun bagi kepala desa dan perangkat desa.
Namun, penting untuk memahami bahwa besaran tunjangan ini tidak ditetapkan secara seragam di tingkat nasional, melainkan memiliki mekanisme dan sumber pendanaan yang perlu diperhatikan.
Dasar Hukum Tunjangan Purna Bakti
Kabar baik bagi kepala desa adalah disahkannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024 tentang Desa (UU Desa).
Dalam revisi UU Desa ini, tepatnya pada Pasal 26 ayat (3), secara eksplisit disebutkan bahwa uang pensiun merupakan salah satu hak kepala desa.
Hal ini sebagaimana diberitakan oleh Tempo.co dan Desa Batuah.
Selain kepala desa, tunjangan purna tugas juga berhak diberikan kepada pejabat desa lainnya, termasuk perangkat desa dan anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD).
Hal ini juga ditegaskan dalam laporan Tempo.co.
Besaran Tunjangan Purna Bakti: Tidak Ditentukan Secara Nasional
Meskipun UU Desa telah mengamanatkan adanya uang pensiun bagi kepala desa, besaran tunjangan tersebut tidak ditentukan secara rinci di dalam undang-undang.
Seperti yang dilansir oleh Desa Kita, keputusan mengenai pemberian tunjangan purna tugas, termasuk besarannya, akan disesuaikan dengan kemampuan keuangan desa yang diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Hal ini mengindikasikan bahwa setiap desa memiliki potensi besaran tunjangan purna bakti yang berbeda-beda, tergantung pada kondisi finansial masing-masing.
Peran Peraturan Daerah (Perda) dan Peraturan Bupati/Walikota (Perbup/Perwali)
Lebih lanjut, implementasi dan detail mengenai tunjangan purna bakti ini seringkali diatur lebih spesifik dalam Peraturan Daerah (Perda) tingkat kabupaten/kota atau Peraturan Bupati/Walikota (Perbup/Perwali).
Sebagai contoh, berdasarkan informasi dari Desa Lambur, Kabupaten Purbalingga, dalam Peraturan Bupati Purbalingga Nomor 53 Tahun 2019 disebutkan mengenai pemberian penghargaan dan uang duka bagi Kepala Desa dan Perangkat Desa.
Lebih lanjut, dalam Peraturan Bupati Purbalingga Nomor 103 Tahun 2019 dan SK Kepala Desa Lambur Nomor 01 Tahun 2023 tentang pemberian uang penghargaan purna tugas perangkat desa, disebutkan bahwa perangkat desa dapat diberikan uang penghargaan purna tugas sesuai kemampuan keuangan desa paling banyak 5 (lima) kali penghasilan tetap perangkat desa.
Contoh ini menunjukkan bahwa regulasi di tingkat daerah memiliki peran penting dalam menentukan besaran dan mekanisme pemberian tunjangan purna bakti.
Dapat disimpulkan bahwa kepala desa dan perangkat desa berhak atas tunjangan purna bakti sebagai bentuk penghargaan atas pengabdian mereka.
Dasar hukum untuk tunjangan ini bagi kepala desa telah kuat dengan adanya Pasal 26 ayat (3) dalam UU Desa Nomor 3 Tahun 2024.
Sementara itu, perangkat desa juga memiliki hak atas tunjangan purna tugas.
Namun, tidak ada besaran tunjangan purna bakti yang ditetapkan secara seragam di tingkat nasional.
Keputusan mengenai pemberian dan besaran tunjangan ini sangat dipengaruhi oleh kemampuan keuangan masing-masing desa dan seringkali diatur lebih lanjut melalui Peraturan Daerah (Perda) atau Peraturan Bupati/Walikota (Perbup/Perwali).
Oleh karena itu, untuk mengetahui besaran tunjangan purna bakti yang berlaku, kepala desa dan perangkat desa perlu mencari informasi lebih lanjut pada peraturan yang berlaku di tingkat kabupaten/kota masing-masing, serta berkoordinasi dengan pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). ***